| | |
|
Artikel ini membahas tentang penerapan teknik watermarking atau penyisipan tanda air (watermark) pada suatu citra digital. Watermark yang disisipkan berbentuk citra lain yang dimensinya lebih kecil ke dalam suatu citra inti yang dimensinya lebih besar. Watermark umumnya digunakan untuk kepentingan proteksi hak cipta dan otentikasi suatu citra digital. Misalkan pada dunia kedokteran, otentikasi citra medis dapat digunakan untuk membantu keakuratan diagnosis terhadap pasien. Menurut ranah cara kerjanya, watermark dapat dikelompokkan kedalam ranah spasial dan ranah frekuensi. Teknik yang dilakukan pada ranah spasial adalah menyisipkan data langsung dengan memodifikasi nilai piksel citra, sedangkan pada ranah frekuensi dengan memodifikasi nilai koefisien transformasinya. Pada artikel ini disajikan penggunaan metode singular value decomposition (SVD) yaitu metode yang menggunakan matriks sebagai alat bantu analisis numerik dengan penerapannya pada ranah spasial. Kata Kunci: watermark, ranah spasial, singular value decomposition
1. Pendahuluan Perkembangan teknologi digital memudahkan manusia untuk memodifikasi, menggandakan dan menyebarkan arsip multimedia digital. Salah satu bentuk arsip multimedia digital adalah citra digital. Selain memberikan nilai positif, kemudahan ini juga menimbulkan dampak negatif, yaitu jika modifikasi, penggandaan dan penyebaran citra digital dilakukan secara ilegal. Hal ini membuat otentikasi suatu citra digital diperlukan sebagai bukti kepemilikan. Salah satu metode yang membubuhkan tanda digital kedalam suatu citra digital untuk menandai kepemilikan citra digital tersebut adalah watermarking. Metode yang dilakukan adalah menyisipkan sebuah Watermark berupa citra digital ke dalam citra digital lain dengan tidak merubah hasil penampakan citra aslinya. Watermark tersebut dapat diekstraksi di kemudian hari untuk dilihat sebagai bukti kepemilikan atau pun keaslian citra.
2. Dasar Teori 2.1. Citra Digital dan Matriksnya Sebuah citra didefinisikan sebagai fungsi dua dimensi, f(x,y) dimana x dan y adalah koordinat spasial. Amplitudo fungsi pada setiap pasangan titik (x,y) merupakan intensitas atau kecemerlangan citra pada titik tersebut (Gonzales, 2004). Gray level digunakan untuk menyebut intensitas dari citra monokrom atau satu warna. Citra berwarna dibentuk oleh kombinasi dari beberapa citra monokrom, misalnya RGB dibentuk oleh kombinasi tiga warna yaitu, merah, hijau dan biru. Karena itu banyak teknik pemrosesan citra monokrom dapat digunakan untuk citra berwarna dengan memproses tiga komponen citra tersebut secara terpisah. Sebuah citra yang direkam oleh kamera merupakan citra analog. Untuk dapat diolah oleh komputer, citra analog tersebut harus dikonversi ke bentuk citra digital. Proses konversi nilai koordinat (x, y) disebut sampling, dan proses konversi nilai amplitudo f disebut quantisasi. Ketika x, y dan amplitude f semuanya bernilai diskrit, maka citra tersebut dapat dikatakan sebagai citra digital.Citra digital dapat di kodekan dalam bentuk matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan suatu titik pada citra tersebut dan elemen matriksnya (yang disebut sebagai piksel) menyatakan tingkat keabuan pada titik tersebut. Pada gambar berikut ini ditampilkan contoh koordinat suatu piksel dari citra digital dengan x merepresentasikan baris dan y merepresentasikan kolom.
Pada gambar diatas, piksel yang ditunjuk tanda panah berada pada koordinat (M, 4). Jika direpresentasikan dalam bentuk matriks dapat dilihat seperti pada persamaan berikut ini:
2.2. Watermarking Watermarking merupakan suatu cara untuk penyembunyian atau penanaman data tertentu ke dalam suatu data digital lainnya, tetapi tidak diketahui kehadirannya oleh indera manusia dan mampu menghadapi proses-proses pengolahan sinyal digital sampai pada tahap tertentu (Supangkat, 2000). Ada berbagai tujuan yang ingin dicapai dari penggunaan watemarking sebagai suatu teknik penyembunyian data pada data digital lain (bender, 1996), yaitu:
2. Feature location
Untuk memenuhi tujuan diatas, teknik watermarking harus memenuhi beberapa kriteria berikut (Liu, 2002):
Terdapat banyak metoda watermarking yang sudah diteliti. Teknik watermarking pada citra digital dapat diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu teknik ranah spasial dan teknik ranah frekuensi (Lee, 1999). Pada watermarking untuk citra yang dilakukan pada ranah spasial, penyisipan dilakukan dengan sedikit mengubah nilai piksel-piksel tertentu. Sedangkan jika menggunakan ranah frekuensi, maka citra tersebut diubah dahulu ke dalam ranah transformasi (biasanya dengan DFT atau DCT) kemudian penyisipan data dilakukan dengan sedikit mengubah nilai koefisien tertentu yang dipilih.
2.3. Singular Value Decomposition Singular Value Decomposition (SVD) adalah salah satu teknik dalam analisis numerik yang digunakan untuk “mendiagonalkan” matriks. Dalam sudut pandang pengolahan citra, singular value dari suatu citra memiliki stabilitas yang baik, dimana ketika ada sedikit gangguan diberikan pada citra tersebut, singular value tidak berubah secara signifikan (Liu, 2002). Keuntungan lain adalah ukuran matriks dari transformasi metode SVD tidak tetap dan dapat berupa persegi atau lingkaran. Kemudian singular value mengandung informasi properti persamaan linear citra (Chang, 2005). Misalkan A adalah sebuah matriks tidak nol berukuran m x n, maka a dapat direpresentasikan sebagai sebuah perkalian berikut:
U pada persamaan diatas adalah matriks orthogonal berukuran m x m, V adalah matriks orthogonal berukuran m x n dan S adalah matriks diagonal tidak bujur sangkar berukuran n x m. Dapat dilihat pada persamaan berikut:
Dekomposisi diatas disebut sebagai singular value decomposition. nilai
3. Pengembangan dan Metodologi Pada artikel ini, penyisipan Watermark dilakukan pada ranah spasial. Secara umum Watermarking dibagi menjadi dua bagian, yaitu proses penyisipan dan proses ekstraksi atau deteksi (Mohanty 1999). Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
3.1. Tahap Penyisipan Pada tahap penyisipan, langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: Tahap penyisipan diatas dapat digambarkan sebagai berikut:
Algoritma yang digunakan adalah algoritma yang di usulkan oleh Ruizhen Liu dan Tieniu Tan. Yaitu dengan menjumlahkan secara langsung antara citra watermark pada intensitas tertentu dengan matriks diagonal hasil dekomposisi SVD dari citra pembawa. Penyesuaian harus dilakukan jika ukuran watermark tidak sama dengan ukuran matriks S. hal ini dapat dilakukan dengan meletakkan watermark pada suatu matriks nol berukuran sama dengan S pada posisi tertentu. Algoritma yang diusulkan bertipe non-blind, artinya hasil proses penyisipan tidak hanya berupa citra yang mengandung watermark, tetapi juga ada informasi tambahan yang didapat dari hasil perhitungan SVD pada citra pembawa dan citra watermark. Informasi tambahan tersebut tidak disebar luaskan bersama citra yang sudah disisipi watermark, tapi untuk disimpan sendiri guna kepentingan ekstraksi selanjutnya. Algoritma penyisipan Liu tersebut terlihat seperti pada pseudocode berikut ini: 3.2. Tahap Ekstraksi Pada tahap ekstraksi, langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Tahap ekstraksi diatas dapat digambarkan sebagai berikut:
Algoritma ekstraksi Liu terlihat seperti pada pseudocode berikut ini: 4. Cara Pemakaian Software Software simulasi yang dibuat dibagi menjadi dua bagian GUI, yaitu GUI untuk penyisipan dan GUI untuk ekstraksi. Untuk menjalankan aplikasi, dapat dilakukan langkah-langkah berikut:
4. Untuk melakukan penyisipan perlu di load citra pembawa dan citra watermark. Pengguna dapat menekan tombol “Load Citra Inti” dan “Load Watermark”. Dapat dilihat pada gambar berikut:
5. Hasil Simulasi Pada simulasi yang dilakukan di pilih beberapa citra sesuai pada Bab Metodologi dan Pengembangan. Citra-citra tersebut adalah:
Pada citra diatas, yang sebelah kiri adalah citra Lena dan yang sebelah kanan adalah citra Zahra. Keduanya berukuran 512 x 512.
Citra diatas adalah citra Dian Sastro dengan ukuran 150 x 150. Citra yang sebelah kiri diberi indeks 1 dan citra yang sebelah kanan diberi indeks 2. Citra watermark yang dipakai adalah citra persamaan differensial seperti pada gambar berikut:
Simulasi dilakukan dengan nilai intensitas 0,3. Dari hasil simulasi didapatkan untuk citra Dian_2, citra yang disisipi watermark tidak terlihat berbeda dengan citra aslinya. Nilai korelasi antara keduanya adalah 0.998984 yang berarti tidak jauh berbeda. Citra watermark yang diekstraksi mengalami sedikit perubahan namun masih dapat dikenali sebagai watermark yang disisipi. Seperti terlihat pada gambar berikut:
Untuk citra Dian_1, citra yang disisipi watermark juga tidak terlihat berbeda dengan citra aslinya. Nilai korelasi antara keduanya adalah 0.999276 yang berarti juga tidak jauh berbeda. Citra watermark yang diekstraksi juga mengalami sedikit perubahan namun masih dapat dikenali sebagai watermark yang disisipi. Seperti terlihat pada gambar berikut:
Untuk citra Lena dan citra Zahra hasil yang didapat juga tidak jauh berbeda dengan nilai korelasi masing-masing citra adalah 0.999949 dan 0.999953.
6. Kesimpulan Dari hasil uji coba didapatkan bahwa modul program dapat berjalan dengan baik. Algoritma yang digunakan memberikan hasil yang baik dalam kualitas citra yang disisipkan dan memenuhi aspek imperceptibility dan robustness. Karena tipe watermarking yang digunakan adalah non-blind, sehingga ada informasi yang dihasilkan pada tahap penyisipan tetap digunakan untuk proses ekstraksi watermark. Terlihat juga dari beberapa percobaan, citra yang sudah disisipi watermark terlihat lebih terang daripada citra aslinya. Hal ini terjadi disebabkan operasi penjumlahan yang dilakukan pada proses penyisipan. |